Senin, 31 Mei 2010

THE FORBEARANCE OF GOD

THE FORBEARANCE OF GOD
(KESABARAN ALLAH)
Oleh : Pdt Yohannes Leiwakabessy, MA.

            Sebelum Allah membinasakan dunia dengan air bah, Ia memberikan waktu yang sangat panjang kepada manusia dengan maksud mereka dapat bertobat dan berbalik dari jalan mereka yang jahat.  Para rabbi telah menghitung  bahwa ada 10 generasi dari Adam sampai Nuh,untuk menunjukkan betapa sabarnya Allah menunggu orang-orang berdosa untuk bertobat.  Tetapi segalanya bukannya bertambah baik malah
bertambah buruk dan orang-orang pada masa generasi Nuh sedemikian jahat, korup dan penuh kekerasan.
            Meskipun demikian, Allah tetap tidak mendatangkan air bah hingga Ia memberi mereka kesempatan untuk memperhatikan peringatan dari Nuh.  Selama 120 tahun, Nuh satu-satunya orang yang benar, mengkritik kelakuan dan memperingatkan mereka akan bencana yang menimpa jika mereka tidak bertobat.  Bahkan ketika Allah memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera yang akan menyelamatkannya dan keluarganya, Nuh memakai waktu yang sangat panjang untuk menyelesaikan tugas itu.  Nuh memperkirakan bahwa ketika orang-orang melihat bahtera yang dikerjakannya, mereka akan lebih serius memperhatikan peringatan Nuh.
            Mula-mula yang dikerjakan Nuh adalah menanam pohon cedar. Ketika orang-orang melihatnya melakukan hal tersebut, mereka bertanya,“Mengapa engkau menanam anak pohon ini?” Nuh menjawab mereka, “Karena aku membutuhkan kayu untuk membuat bahtera.”  Lalu orang-orang ingin tahu kenapa Nuh  membuat bahtera, dan ia menjawab mereka, “Jika kalian tidak mengubah kelakuan kalian yang jahat, Allah akan mengirim air bah yang mengerikan dan menghancurkan semua mahluk yang hidup.”  Ketika orang-orang mendengarnya,mereka mengejeknya dan menyebut Nuh “orang tolol.”  Hal yang sama terus berlangsung setiap kali mereka melihat Nuh menyiram pohonnya. Mereka menanyakan pertanyaan yang sama dan mereka menerima jawaban yang sama; Nuh menjadi obyek tertawaan mereka. Akhirnya pohon itu sudah bertumbuh tinggi, kuat dan besar, siap untuk ditebang menjadi kayu-kayu.  Nuh mengerjakannya dengan lambat, sangat lambat, yaitu menebang dan menghaluskan papan.
            “Untuk apa engkau melakukan pekerjaan yang begitu berat ini?” tanya orang-orang dengan mengejek.  “Saya sedang membuat bahtera supaya dapat selamat dari terjangan air bah yang akan  Allah kirim untuk membinasakan kalian semua karena kejahatan kalian.” 
            Tetapi orang-orang tetap menyindir Nuh karena kenaifannya.  Mereka menolak untuk mempercayai dan bahkan mengancam akan merusak bahteranya.  Pada akhirnya Allah memerintahkan Nuh untuk membawa masuk hewan-hewan dan keluarganya, karena bencana air bah akan segera terjadi. (Mid. Tan. 58).

*   *   *
Midrash ini  menarik dalam beberapa aspek, dan di sini kita menyebut dua hal saja darinya. Hal pertama, midrash ini mencoba meng’counter’ argumen bahwa Nuh bukanlah “orang benar” seperti yang dipuji dalam deskripsinya di Kejadian 6:9.  Para kritikus sepakat untuk menyerang Nuh karena ia tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan orang-orang di sekitarnya,  yang mana Alkitab pun tidak menyinggung hal-hal demikian. Hanya ia dan keluarganya yang selamat. Tetapi, bagaimana dengan yang lainnya? Apakah Nuh menunjukkan adanya perhatian terhadap nasib mereka?  Setidaknya, Nuh dapat memohon belas kasihan kepada Allah, di waktu kemudian pada peristiwa Sodom dan Gomora, Abraham memohon kepada Allah.  Di sana Alkitab menunjukkan bagaimana doa syafaat Abraham kepada Allah untuk menyelamatkan orang-orang.  Tapi dalam kisah Nuh, Alkitab tidak mencatat satu kata permohonan pun dari Nuh; sehingga muncul pemikiran bahwa Nuh tidak peduli dengan bencana universal tersebut.
Midrash Yahudi ini sangat sensitif terhadap kritikan dan menulis ulang sejarah Alkitab. Pada akhirnya midrash ini mengisi ‘gap’ yang cukup serius dengan memberi kepada pembacanya potret karakter Nuh yang lebih luas dan murah hati.  Di sisi lain, jika Alkitab mendeskripsikan Nuh sebagai “orang benar” itu juga harus berarti bahwa ia sangat perhatian terhadap nasib sesamanya dan ia mau melakukan apa saja yang ia bisa untuk mempertobatkan mereka.  Istilah “orang benar” juga bukan berarti mencari selamat diri sendiri dan membiarkan yang lain menderita.  Tentu saja potret Nuh dalam midrash ini tidak tercatat secara eksplisit di dalam Alkitab.  Namun tujuan midrash ini adalah menunjukkan etika karakter Nuh dan pembenarannya atas gelar “orang benar.” 
Hal yang kedua, midrash ini menghubungkan antara tema pertobatan dan kesabaran Allah. Tidak ada orang berdosa, yang sejahat apapun dosanya, yang dicabut atau dihilangkan kesempatannya untuk bertobat. Belum terlambat.  Karena pertobatan, yang mengubah hidup, membawa rekonsiliasi dengan Allah.  Ini menunjukkan pengajaran Yudaisme yang optimis bahwa pintu gerbang pertobatan dan rekonsiliasi dengan Allah selalu terbuka.
Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar