berkhotbah dengan membawa catatan ke mimbar, bahkan hanya untuk selembar kecil outline. Pendeta tersebut terganggu ketika melihat mahasiswa tersebut berkhotbah dengan membawa lembaran kertas dan menegurnya seusai kebaktian.
- pengkhotbah yang terbiasa tanpa naskah/struktur khotbah
- ada pengkhotbah yang menulis struktur/outline saja
- ada pengkhotbah yang menulis naskah khotbahnya dengan lengkap
Jenis kedua merupakan jenis yang lebih baik dari yang pertama. Cara ini membuat alur pikir khotbah lebih terstruktur. Pengkhotbah lebih pasti dari mana ia akan mulai dan ke mana akan berakhir. Namun kelemahannya bisa jadi kalimat-kalimat yang diucapkannya tidak tertata dengan baik. Kalimat-kalimat yang sama mungkin terucap berulang-ulang atau kalimat yang satu dengan yang berikutnya tidak nyambung. Sudah pasti hal ini akan membingungkan pendengar.
- Pengkhotbah dipaksa memikirkan lebih dulu apa yang dikatakannya, bukan hanya kerangkanya saja tetapi kalimat per kalimat. Dengan begitu, ia sudah harus bekerja keras untuk menuangkan pikirannya dengan kalimat-kalimat tepat jitu: tidak terulang, tidak mubazir, tepat sasaran.
- Pengkhotbah mempunyai waktu untuk mengedit dan mengedit lagi sampai ia menemukan kalimat-kalimat yang paling efektif dan komunikatif dalam menyampaikan pikiran-pikirannya. Pengeditan seperti ini mustahil dilakukan apabila pengkhotbah berkhotbah tanpa naskah atau hanya dengan kerangka khotbah saja. Banyak kata-kata dan kalimat yang tidak efektif keluar dari mulut pengkhotbah tanpa disadari sepenuhnya sampai ia belajar menulis lengkap seluruh naskah khotbahnya.
- Pengkhotbah dapat menggunakan waktu khotbah dengan lebih baik. Dengan menulis, ia dapat mengatur materi khotbahnya sesuai dengan waktu khotbah yang tersedia.
- Dalam jangka panjang, kebiasaan menulis naskah khotbah meningkatkan kemahiran pengkhotbah dalam menggunakan kata-kata yang tepat sehingga power khotbah-khotbahnya meningkat.
- Penulisan naskah khotbah akan menjadi arsip yang tak ternilai bagi pengkhotbah terutama pada saat daya ingat pengkhotbah mulai menurun. Bahkan mungkin saja, kelak arsip-arsip khotbah itu bisa diterbitkan menjadi sebuah buku yang menjadi berkat bagi orang banyak.
Alasan kedua mereka tidak memiliki waktu untuk menulis naskah khotbah secara lengkap. Sesungguhnya bagi hamba Tuhan yang begitu sibuk, waktu menjadi barang yang sangat mahal. Tetapi perlu diingat , untuk menghasilkan khotbah-khotbah berkualitas tidak pernah ada jalan pintas.
Alasan ini masuk akal, bahasa tulisan memang beda dengan bahasa lisan. Berkhotbah dengan bahasa tulisan akan membuat pendengar bosan. Yang sebaiknya dilakukan oleh pengkhotbah adalah menulis naskah khotbahnya dalam bentuk bahasa lisan. Pada waktu menulis ia perlu membayangkan bahwa ia seolah-olah sedang berbicara di mimbar kepada jemaat. Kemudian pada waktu berkhotbah, pengkhotbah sebaiknya berkhotbah lepas dari teks seolah-olah dia tidak menulis naskah khotbahnya. Naskah khotbah hanya dilihat bila diperlukan, sehingga sebagian besar waktunya bisa dipergunakan untuk kontak mata dengan pendengar. Cara ini hanya mungkin dilakukan bila pengkhotbah telah menghayati isi khotbahnya.
bawa contekan saat khotbah?
BalasHapussetuju...