"Bahasa Roh" sama artinya dengan "Bahasa Lidah" yang di dalam Alkitab Perjanjian Baru digunakan kata "Glossolalia" ("Glossa" = lidah, tongue; "laleo" = berbicara, speak).[1] Dalam tulisan ini akan digunakan istilah "Bahasa roh" saja, seperti yang juga digun...akan oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia). Kata glossa dalam bahasa Yunani, baik bahasa sekuler maupun bahasa Alkitab, mempunyai dua arti umum, yaitu:
- Lidah = alat tubuh untuk merasai (Lukas 16:24) dan terutama untuk berbicara (Maz. 5:10; Yak 3:5-9 dll.); dan
- Bahasa = sistem perkataan yang dipakai oleh bangsa atau kelompok tertentu, misalnya Yes 45:23; Kis 2:6, 11.[2]
TUJUAN PENULISAN
Seperti apakah "bahasa Roh" itu ? Beberapa orang yang berbicara dalam bahasa Roh mengeluarkan suatu bunyi yang variatif. Ada yang : "simalamala.. mala.. mala... sande...sande... sandal..." Ada yang cepat sekali sehingga hanya terdengar : "trata..tata..ta..., lele..le.le..le, la..lala..la..la..la....la...". Tapi ada juga yang temponya lambat sehingga bisa dengan mudah disimak namun tanpa arti apapun : "prou pray proddey...pa palasate pa pau pu pe, teli teratata taw, terea, te..te..te..te.., vole virte elle letelede luto, singe...imba...imba...imba". Orang-orang Kharismatik meyakini bahwa pada saat mereka berbahasa roh seperti ini berarti roh mereka sedang berkomunikasi (berdoa) kepada Allah. Hal itu didasarkan pada ayat : "Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa" – 1 Kor 14:14 Banyak orang Kharismatik yang menyatakan bahwa bahasa roh adalah karunia pujian. Dengan menggunakan bahasa tak dikenal yang diberikan Allah kepadanya itu membuat mereka berlimpah dalam kasih, rasa kagum dan hormat yang tidak pernah bisa dicapai dalam doa biasa yang terencana. Benarkah demikian ? Sebelum menjawab pertanyaan itu marilah kita telaah apa yang dijelaskan Alkitab tentang "bahasa roh". Bahasa Roh = bahasa yang dikenal manusia. Walaupun dalam beberapa kasus terjadi penggunaan bahasa roh (misalnya Kis 10:46; 19:6; Markus 16:17) namun perikop yang seringkali dipakai untuk mendukung adanya "bahasa roh" adalah Kisah Para Rasul 2 dan 1 Kor 12-14. Apabila diteliti kedua sumber itu maka sebenarnya ada perbedaan yang hakiki.
BAHASA ROH MENURUT PAULUS DITINJAU DARI 1 KORINTUS 12:1-14:40.
Pada perjalanan yang kedua Paulus datang ke Korintus dan mengumpulkan jemaat di sana, bersama dengan Silvanus dan Timotius (2Kor. 1,19: Kis. 18,1-17). Ia bekerja lebih dari satu setengah tahun di sana dengan mencari nafkahnya sendiri (Kis. 18,2-3: 1Kor. 4,12; 9,1-3; 2Kor.11,7-9). Anggota jemaat untuk sebagian berasal dari latar belakang kafir, dan dari golongan orang kecil (1Kor. 1,26-28; 12,2). Karena adanya latar belakng yang berbeda-beda maka tidak mengherankan lagi jika ada begitu banyak pertanyaan yang diberikan oleh orang Krintus terhadap Paulus, termasuk dalam hal ini adalah mengenai bahasa Roh.
LATAR BELAKANG MASALAH PENGGUNAAN BAHASA ROH
Alasan mengapa surat ini ditulis ialah pertanyaan dari jemaat sendiri (7,1) yang barangkali yang disampaikan oleh utusan jemaat Stefanus, Fortunatus, Akhaikus (16, 17-18). Tetapi Paulus juga menadapat kabar lewat orang-orang dari keluarga Kloe (lih. 1,11); dan mungkin juga melalui Apolos (3, 5-6; 16,12). Berita yang disampaikan banyak yang buruk (5, 1-3), khususnya mengenai hal seks, makanan penyembahan berhala, perceraian, masalah pengunaan bahasa Roh dan yang masalah utama adalah mengenai perpecahan di antara orang percaya di Korintus.
Pembahasan tentang bahasa Roh bukanlah suatu pembahasan pokok rasul Paulus dalam bagian 1 Korintus12:1-14:40 ini. Bahasa Roh dibahas oleh rasul sebatas sebagai salah satu karunia rohani yang diberikan oleh Allah. Namun walaupun demikian tentu ada penyebabnya mengapa rasul Paulus, mencantumkan hal ini. Dengan melihat penekanan rasul dalam batasan-batasan pembahasan tentang bahsa Roh ini menyiratkan bahwa sepertinya ada suatu pemahaman di antara orang-orang Korintus bahwa ada bermacam-macam roh yang berbeda yang bermanifestasi secara berbeda-beda pula.[3] Sehingga dalam pembahasan Paulus, ia menekankan bahwa hanya satu Roh, satu Tuhan yang sama yang mengerjakan semuanya itu. Termasuk dalam hal ini Paulus juga membahas penggunaan bahasa Roh adalah sama yaitu untuk memuliakan Tuhan. Jadi tidak ada seorang pun yang berasal dari Allah yang berkata “terkutuklah Yesus, dan Yesus itu Tuhan”. Hal ini tidak mungkin terjadi karena tidak mungkin bertentangan dalam kuasa Roh Tuhan. Karena Roh itu bekerja secara konsisten dan tidak kontradiksi dalam diri-Nya sendiri. Hal inilah yang memicu mengapa rasul Paulus membahas mengenai bahasa Roh.
Pada zaman kuno ada kepercayaan umum bahwa orang-orang yang berhasil mencapai hubungan yang erat dengan kekuasaan Ilahi menyatakan hal itu dengankarunia-karunia rohani. Biasanya dimengerti bahwa karunia-karunia itu dinyatakan melalui bahasa lidah, keadaan tidak sadar diakibatkan kemasukan roh dan sebaginya.[4] Dalam agama-agama kafir ditemukan bermacam-mcam ilham atau inspirasi sehingga sepatutnya orang Kristen mengetahui perbedaan ilham Kristen dengan ilham-ilham kafir. Orang-orang Korintus yang berasal dari latar belakang kafir mungkin sekali sudah pernah terpesona (ekstatse) atau kesurupan. Oleh sebab itu Paulus menjelaskan bahwa apa yang mereka alami sekarang ini tidak sama dengan apa yang pernah alami ketika mereka masih kafir. Paulus menekankan bahwa bahwa pekerjaan Roh Kudus mempunyai hubungan yang erat dengan pengakuan Yesus sebagai Tuhan.
PANDANGAN PAULUS TERHADAP KARUNIA BERBAHASA ROH
Paulus sangat memahami kondisi jemaat Korintus, itulah sebabnya dalam pasal ini Paulus mengawalinya dengan mengatakan bahwa asal mereka adalah dari latar belakang kafir, dan sekarang mereka bukan lagi kafir. Oleh sebab itu apapun yang sudah mereka terima dahulu dan mereka pergunakan bukan untuk Tuhan, itu bukan lagi bagian dari mereka, karena status mereka saat ini adalah milik Allah dan apapun yang mereka miliki adalah milik Allah dan harus diberikan kepada Allah juga sebagai pemilik dari segalahnya yang mereka miliki. Oleh karena itu tidak bisa dipergunakan dalam berbagai praktik kepercayaan lainnya.
- Sifat-sifat karunia rohani bahasa Roh.
Ciri lain dari dari bahasa roh itu pada umumnya terdiri dari pujian dan doa, and gunanya untuk pribadi (1Kor.14:4). Bentuk bahsa roh atau bahasa lain[6] itu kedengaran seperti suatu bahasa biasa, namun tak dapat dianalisa secara ilmu bahasa. Artinya tidak mungkin dikenal secara logis, tetapi ada artinya bagi pembicara. Hal ini boleh dibandingkan dengan musik atau kicau burung, yang tidak diartikan secara logis,namun pasti tidak tanpah arti. Menurut Donald Bridge, berkata-kata dengan bahasa Roh bukan bunyi yang menentu sebagai akibat luapan perasaan melainkan pada dasarnya sama dengan bunyi orang yang sedang menggunakan suatu bahasa.[7] Bahasa roh memang dalam bentuk bunyi tetapi bunyi yang mempunyai arti atau makna. Maknanya dapat diketahui jika ada seseorang yang dapat menafsirkannya. Sehingga dengan demikian dapat membangun jemaat yang lainnya karena bukan hanya sebatas bunyi yang tak dapat dimengerti oleh orang lain, tetapi dengan adanya penafsiran bisa berguna juga bagi orang lain.
Tujuan Penggunaan Bahasa Roh MacArthur menyatakan, bahwa point dalam 1 Korintus 14 adalah untuk memperbaiki keadaan gereja, bukan untuk memperbaiki seseorang. “kita tidak membiarkan karunia roh ini untuk diri kita sendiri. jika seseorang menerima karunia roh, bagaimana pun penggunaannya untuk memperbaiki diri mereka sendiri, dia sudah melesetkan pemberian itu. Itu hanya digunakan untuk membangun tubuh Kristus” yaitu Gereja-Nya.[8] Maksud dari penyataan MacArthur adalah penggunaan bahasa roh ini bukan untuk menyombongkan diri sendiri, bukan untuk dipamerkan tetapi untuk membangun diri sendiri dalam hubungan dengan Allah dalam merepresentasikan-Nya di dalam dunia ini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Witness Lee, bahwa Bahasa Roh membantu tubuh bertumbuh secara organik dan mengekspresikan Kristus.[9]
Dari pendapat kedua tokoh di atas ini, penulis melihat bahwa masing-masing dari pendapat mereka tidak ada yang menyimpang dari maksud Paulus dalam pesannya ini. paulus mengatakan For anyone who speaks in a tongue does not speak to men but to God. Indeed, no one understands him; he utters mysteries with his spirit. (1 Kor 14:2). Setiap orang yang berbicara dalam bahasa lidah bukan berbicara kepada manusia tetapi kepada Allah, karena apa yang ia katakana tidak ada seorang pun yang dapat mengertinya, kecuali jika ada yang mendapat menafsirkannyanya (ay 5). Dengan demikian dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa pokok persoalan yang Paulus ingin sampaikan adalah bagaimana bahasa roh itu digunakan untuk membangun tubuh secara organik dalam mengekspresikan Kristus.
PANDANGAN TEOLOG-TEOLOG ABAD PERTENGAHAN TERHADAP BAHASA ROH
Bapak-bapak gereja setelah zaman kerasulan yang hidup pada abad pertengahan setelah zaman para rasul, jika dibaca tulisan-tulisan mereka, mereka tidak pernah berdiskusi tentang bahasa roh. Cleon Rogers, seorang sarjana dan misionaris menuliskan, “signifikansi dari bahasa roh sekarang ini banyak hanya menyinggung atau mengisyaratkan dari tulisan para rasul”[10] di bawah ini adalah tulisan-tulisan dari beberapa tokoh-tokoh abad pertengahan: (beberapa tulisan di bawah ini disadur dari karya Jhon MacArthur)
- Clement dari Roma (88-97 AD) menuliskan sebuah surat kepada orang-orang Korintus Korintus untuk mendiskusikan tentang permasalahan kerohanian yang ada (95 AD). Dia tidak menyebutkan tentang masalah bahasa roh, karena rupanya karunia ini sudah berhenti. Menurutnya karunia ini bukan lagi sebuah isu yang perlu dibicarakan.
- Justin Martyr (100-165) seorang bapak gereja yang berpengaruh disepanjang perjalanan gereja menulis banyak hal untuk membelah kekristenan, tetapi tidak pernah menyebutkan bahasa roh. Dia menuliskan daftar karunia roh tetapi tidak mencantumkan tentang masalah bahasa roh.
- Origen (185-253 AD) seorang sarjana yang terkenal, dalam tulisan-tulisannya tidak menyebutkan tentang bahasa roh,dan dalam pembelaannya kepada Celsus, ia secara eksplisit menentang bahwa tanda dari zaman apostolik yang bersifat temporal dan tidak kontemporal harus diuji oleh orang Kristen yaitu setiap karunia yang bersifat ramalan.
- Chrisostom (347-407 AD) barang kali ia adalah seorang penulis kuno terbesar yang menulis tentang kekristenan. Di dalam tulisannya Homilies on the First Corinthian, ia mengikuti komentar dari dalam pasal 12: “This whole place is very abscure; but the obscurity is produced by our ignorance of the fact reffered to and by their cessation, being such as then used to occur, but now no longer take place”. Di tulisan-tulisan lainnya pada akhir abad keempat, tulisannya mengindikasikan bahwa ia mengatakan mengapa bahasa roh tidak eksis lagi itu tidak dapat didefinisikan atau tidak dapat dimengerti.
- Agustinus (354-430 AD) membuat komentar tentang Kis 2:4, yaitu ketika Roh Kudus turun di atas orang percaya merupakan tanda yang cocok untuk saat ini.
Dari beberapa penjelasan di atas terlihat bahwa para tokoh-tokoh teolog zaman gereja purba sangat-sangat mempertimbangkan tentang karunia bahasa roh, untuk dipraktikkan sangat kecil kemungkinannya. Pada abad keempat mereka tidak lagi mengerti tentang hal itu. Barulah isu ini kembali menjadi aktual ketika pertama kali di tahun 1901 di Bethel Bible College in Topeka, Kansas. Agnes Ozman menerima apa yang ia sebut “Baptisan Roh Kudus” yang memuat tentang ucapan-ucapan tanpah sadar. Praktik ini menjadi bagian dari gerakan kekudusan gereja di Amerika. Pada tahun 1906 ucapan-ucapan tanpah sadar ini tiba di Azusa Street di Los Angeles, California.[11] Di luar dari peristiwa ini, pada tahun 1901 dan 1906 juga berkembanglah denominasi Pentakosta yang diikuti oleh orang-orang Pentakosta saat ini.
A. KESIMPULAN DAN PEGANGAN SIKAP
- Penilaian gejala bahasa roh sekarang ini
- Ekspresi dari kondisi kejiwaan yang terganggu
Persoalan hidup manusia telah sedemikian rupa peliknya, yang semakin hari sering menghimpit, sehingga peluapan/pelepasan emosi terkadang memang diperlukan. Bagi orang-orang yang bertemperamen emosional (misalnya Sanguine) dengan bahasa roh yang palsu itu mungkin terasa ada kelegaan dan kepuasan sesaat karena penyaluran emosi mereka terpenuhi. Hal ini menjadi parah ketika perilaku tidak teologis ini mendapat dukungan firman Tuhan dari para elit rohani yang memiliki dasar pengertian hermeneutika Alkitab yang goyah. Disini perlunya gereja tampil sebagai penyedia solusi bagi warga jemaat yang sedang membutuhkan penghiburan, kekuatan serta pemecahan masalah secara teologis dan bertanggung jawab, bukannya malah menjadikan dirinya "obat bius" bagi jemaatnya tapi sebenarnya tidak menyelesaikan apa-apa.
- Pemalsuan setan
Demikian pula di dunia Yunani kuno ditemukan bukti bahwa seorang nabiah dari Delfi dan imam wanita Sang Sibil berkata-kata dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti. Hal ini seharusnya membuat kita berhati-hati terhadap karunia-karunia Roh Kudus. Bahasa roh adalah
salah satu dari karunia-karunia Roh Kudus. Disebut "karunia" karena pemberian Roh itu digunakan untuk kepentingan bersama (1 Kor 12:7) atas "kehendak Roh Kudus" (1 Kor 12:11). Allah bukanlah seperti manusia yang bisa merasa terpaksa memberi karena direngek-rengek atau dirayu atau diminta dengan paksa. Jikalau Allah tidak menghendaki memberi karunia-Nya namun kita terus meminta bahasa roh itu, bisa jadi iblis yang memberikannya.
- 2. Beberapa Catatan
Lagipula jika bahasa roh itu penting dan untuk menyatakan tingkat kerohanian seseorang kenapa kog hanya terjadi pada gereja-gereja tertentu (aliran kharismatik) saja dan tidak terjadi pada gereja lain ? Kenapa tokoh-tokoh sejarah gereja seperti Martin Luther, John Calvin, dan juga pengkhotbah serta teolog seperti Pdt. Stephen Tong, Pdt. Eka Darmaputera, dll. tidak pernah berbahasa roh, namun siapa yang dapat menyangkal bahwa Tuhan tidak menyertai pelayanan mereka? Bahkan lebih jauh lagi, dalam Alkitab ada catatan : Yohanes Pembaptis penuh dengan Roh Kudus (Luk 1:15) tetapi tidak berbahasa roh. Demikian pula dengan Zakaria (Luk 1:6-7), Elizabeth (Luk 1:41) Stefanus (Kis 6:5; 7:55), Paulus (Kis 9:17-18; 13:9), Barnabas (Kis 11:24), murid-murid (Kis 13:52), bahkan juga – kalau boleh dikatakan, Yesus sendiri.
2. Bahasa roh yang terjadi sekarang ini tidak menjamin kerohanian orang yang mengucapkannya.
Secara pribadi penulis mengenal orang yang pernah berbahasa roh, tetapi kehidupan keluarganya
tidak baik dan tidak bisa menjadi teladan. Kenapa bisa begitu?
Karena bahasa roh yang dilakukannya itu bukanlah karunia dari Roh Kudus tetapi merupakan ekspresi kejiwaannya. Dia meniru-niru orang lain berbahasa roh dan belajar (les/kursus) bahasa itu. Namun sekalipun bahasa roh itu benar dari Roh Kudus, tetap adalah "karunia" dan bukan "buah". Seorang yang sudah dipenuhi Roh harus membuktikannya melalui kharakter yang semakin hari semakin serupa dengan Kristus, bukannya melalui karunia-karunia yang dimilikinya. Untuk apa orang Kristen memiliki dan membanggakan karunianya yang spektakuler tapi tidak memiliki karakter/buah Roh yang memuliakan nama Tuhan (Mat 7:22-23, 1 Kor 13:1-3).
3. Jikalau bahasa roh itu dipahami sebagai bahasa yang tidak dimengerti oleh manusia, maka ada
satu (dan satu-satunya) "bahasa roh" yang benar disaksikan oleh Alkitab yaitu :
"Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus" – Roma 8:26-27 Terkadang begitu beratnya pergumulan hidup seseorang, sehingga terasa tidak sanggup lagi mengungkapkannya melalui kata-kata dalam doa kepada Allah, barangkali hanya tetesan air mata saja, tetapi Roh Kudus mengerti apa yang kita pergumulkan. Dia yang menyelidiki hati nurani kita mengerti.
IMPLIKASINYA BAGI JEMAAT MASA KINI
Bahasa roh adalah salah satu karunia rohani yang diberikan oleh Allah secara cuma-cuma, atau berdasarkan kasih karunia Allah. Bahasa roh diberikan oleh Allah atas kehendak-Nya sendiri dengan tujuan untuk membangun hubungan yang intim dengan umat-Nya. Bahasa roh akan berguna juga bagi orang lain jika bahasa roh tersebut disertai dengan karunia penafsiran.
Analisa ini membawa kita pada ringkasan kesimpulan sebagai berikut: Tidak satu pun karunia Roh bersifat mutlak; hanya kasih yang mutlak. Karena itu, memiliki atau menggunakan karunia yang manapun bukan merupakan tanda kedewasaan rohani. Seseorang yang beriman harus terbuka terhadap karunia Roh dan jika mereka menerimanya, mereka harus menggunakannya dengan rasa syukur dan rendah hati. Setiap pencarian karunia tertentu secara sungguh-sungguh harus dipimpin oleh keinginan untuk melibatkan diri dalam membangun jemaat sehingga seluruh umat Allah benar-benar dapat menjadi alternatif ilahi bagi masyarakat manusia yang sudah rusak. Berbahasa roh tidak membawa perpecahan, tetapi berbahasa roh membawa pada keintiman dengan Allah serta keintiman dengan sesama jemaat. Oleh karena itu untuk mencapai hal ini maka setiap orang yang mendapat karunia dari Allah harus merepresentasikan Kristus dalam setiap tindakannya. Kemampuan berbahasa roh bukanlah suatu show kerohanian sehingga pada akhirnya jatuh ke dalam kesombongan rohani.
DAFTAR PUSTAKA
David L. Baker, Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat (Jakarta: Gunung Mulia, 1991)
Dennis Green, Tafsiran Surat 1 Korintus (Malanga: SAAT, 2001)
Donal Bridge dan David Phypers, Karunia-Karunia Roh dan Jemaat, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1973)
Horst Balz and Gerhard Scheneider, Exegetical Dictionary of the New Testament Volume 1 (Michigan: William B. Eerdams Publishing Companny Grand Rapids)
Jhon MacArthur Jr., Speaking In Tongues (USA: Jhon MacArthur’s Bible Studies)
Witness Lee, 1 Korintus (3) Pelajaran Hayat (Surabaya: YPII, 1999)
Hawthorne, F. Gerald. Martin, Ralp P. Reid, Daniel G. Dictionary of Paul and His Letter (Illionis: InterVarsity Press, 1993)
[1]Horst Balz and Gerhard Scheneider, Exegetical Dictionaryof the New Testament Volume 1 (Michigan: William B. Eerdams Publishing Companny Grand Rapids) 253.
[2]Bible Work in the New International Version. glw/ssa glossa {gloce-sah'}
Meaning: 1) the tongue, a member of the body, an organ of speech 2) a tongue 1a) the language or dialect used by a particular people distinct from that of other nations
[3] The place of early Christian glossolalia in the history of religions is disputet. One may argue for a derivitation from the syncretistic pity of the Hellenistic Mediterranean world of the basis of a comparison with ecstatic phenomena in the ancient religions. One may also argue for a derivation from the equally present ecstatic seers and interpreters and proklaimers (or prophets) in ancient devinations. (Plato). Or from the concept of the god’s own language, which become known in dreams or araculars sayings to ones who where possessed (Clement of Alexandria). Williams B. Eerdams Exegetical Dictionary of The New Testament V 1 (Publishing Company Grands Rapids Michigan, Horst Balz and Gerhard Schneider).
[4]Dennis Green, Tafsiran Surat 1 Korintus (Malanga: SAAT, 2001) 74.
[5]The gift of language is speech that is unintellegible (14:2; 16, 23) and highly ecstatic (the nous is not participlate, but anly the pneuma (14-19) an outsider could come to opinion “you are mad!”. Horst Balz and Gerhard Scheneider, Exegetical Dictionaryof the New Testament Volume 1 (Michigan: William B. Eerdams Publishing Companny Grand Rapids) 253.
[6] David L. Baker, Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat (Jakarta: Gunung Mulia, 1991)17. Memang istilah “bahasa lain (asing)”disebutkan dalam 1Kor. 14:21, tetapi hal itu tidak membuktikan bahwa bahasa lidah adalah bahasa asing, hanya saja ada satu persamaan. Persamaan tiu ialah baik bahasa asing maupun bahasa lidah menjadi tanda karena tidak mengerti.
[7]Donal Bridge dan David Phypers, Karunia-Karunia Roh dan Jemaat, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1973) 78.
[8]Ibid 89. We were not given spiritual gifts for ourselves. If a person takes a spiritual gift, however and use it just to edify himself, he has prostituted the gift. It’s only to be used to build up the Body of Christ.
[9]Witness Lee, 1 Korintus (3) Pelajaran Hayat (Surabaya: YPII, 1999) 808.
[10]Jhon MacArthur Jr., Speaking In Tongues (USA: Jhon MacArthur’s Bible Studies) 25.
[11] Ibid 29.
[12] Horst Balz and Gerhard Scheneider, Exegetical Dictionaryof the New Testament Volume 1 (Michigan: William B. Eerdams Publishing Companny Grand Rapids) 253.
Oleh Phasa Joshua pada 02 Desember 2010 jam 12:27
Saya mau tanya, apakah catatanku ini tidak bertentangan dengan doktrin yang dipegang oleh sekolah ini? Terima kasih sudah menggunakan catatan saya sebagai bahan bacaan di Blog ini, tapi saya lebih senang jika anda meninggal komentar di blog saya atau di akun saya ketika meng-copy artikel ini. GBU
BalasHapusSemoga bermanfaat ya.
BalasHapus